evil-world.com – Nelayan desak Bulog ikan menjadi seruan keras dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) di tengah fluktuasi harga ikan yang merugikan nelayan kecil, dengan harga tangkapan sering anjlok hingga 50% di tingkat nelayan akibat dominasi tengkulak dan impor. Oleh karena itu, KNTI mendorong pembentuk instrumen stabilisasi seperti Bulog untuk ikan, mirip stabilisasi beras, guna lindungi nelayan dari harga rendah dan posisi tawar lemah. Dengan demikian, nelayan desak Bulog ikan ini bagian dari upaya atasi krisis harga ikan yang turun 20–30% di 2024–2025, akibat overfishing dan impor murah dari China. Selain itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sedang rombak proses lelang ikan untuk tingkatkan transparansi. Berikut latar belakang, penyebab harga tak menentu, usulan KNTI, dan prospek, dirangkum pada 14 Oktober 2025.
1. Latar Belakang: Harga Ikan Anjlok, Nelayan Terpuruk
Nelayan desak Bulog ikan muncul dari keluhan nelayan tradisional yang pendapatannya turun akibat harga ikan rendah di tingkat pendaratan. Dengan kata lain, nelayan kecil, yang 70% populasi nelayan Indonesia (2,7 juta jiwa, BPS 2021), dapat harga Rp 5.000–10.000/kg untuk ikan segar seperti tongkol atau cakalang, anjlok dari Rp 15.000/kg di 2020. Selanjutnya, impor ikan China naik 20% YoY, tekan harga lokal. Untuk itu, aksi nelayan di Pontianak (21/4/2025) tuntut DPRD sikat impor, dengan ratusan nelayan HNSI protes harga anjlok bikin “perut kosong”. Oleh sebab itu, WALHI dan nelayan desak cabut UU Cipta Kerja dan PP PIT (Penangkapan Ikan Terukur), yang anggap eksploitatif. Dengan begitu, nilai tukar nelayan turun 15% (Mongabay 2024). Akibatnya, pendapatan nelayan Rp 28 juta/tahun, lebih rendah dari pembudidaya.
2. Penyebab Harga Ikan Tak Menentu
Nelayan desak Bulog ikan karena faktor struktural. Dengan demikian, dominasi tengkulak (middlemen) tekan harga 30–50% di pendaratan, seperti di Pangkalan Susu, Langkat (Mongabay 2024). Selanjutnya, impor ikan murah dari China dan Vietnam banjiri pasar, kurangi permintaan lokal. Untuk itu, overfishing dan cuaca buruk (El Niño 2024) kurangi tangkapan 20%, tapi harga tak naik proporsional. Oleh sebab itu, kurang infrastruktur seperti cold storage dan pelabuhan modern hambat nelayan akses pasar langsung. Dengan begitu, PP PIT (2023) batasi kuota nelayan kecil (kapal <10 GT), anggap rawan IUUF. Akibatnya, nelayan tradisional rugi Rp 50 miliar/tahun secara nasional.
3. Usulan KNTI: Bentuk Bulog Ikan untuk Stabilisasi
Nelayan desak Bulog ikan melalui KNTI, yang usul instrumen stabilisasi seperti Bulog untuk ikan. Dengan kata lain, “Bulog Ikan” beli hasil tangkapan di harga bawah minimum (HBM), jual saat harga tinggi, lindungi nelayan dari fluktuasi. Selanjutnya, KKP rombak proses lelang ikan (2018) untuk undang lebih banyak pembeli, kurangi monopoli tengkulak. Untuk itu, Gunawan (KNTI) sebut, “Instrumen seperti Bulog jamin batas harga bawah, mitra swasta untuk hilirisasi.” Oleh sebab itu, usul ini mirip Rencana Tata Ruang Laut (PP 32/2019) yang definisikan nelayan kecil. Dengan begitu, WALHI desak cabut UU Cipta Kerja dan PP PIT untuk keadilan. Akibatnya, pemerintah evaluasi kebijakan perikanan.
4. Respons Pemerintah: Modernisasi dan Subsidi
Nelayan desak Bulog ikan dapat respons KKP. Dengan demikian, Prabowo rencana bangun 100 gudang modern Bulog (Rp 5 triliun) dan modernisasi 1.500 kapal nelayan (600.000 lapangan kerja). Selanjutnya, subsidi BBM Rp 10 miliar/kapal untuk trayek 3T. Untuk itu, KKP bangun 2.000 desa nelayan, tingkatkan pendapatan 60% seperti di Biak. Oleh sebab itu, PP 11/2023 PIT direvisi untuk lindungi nelayan kecil. Dengan begitu, KNMP (Kampung Nelayan Merah Putih) sediakan cold storage dan stasiun BBM. Akibatnya, produksi ikan naik 100–200 kg/hari/kapal.
5. Prospek dan Tantangan: Ekonomi Nelayan 2026
Nelayan desak Bulog ikan prospek cerah dengan kebijakan Prabowo. Dengan demikian, modernisasi 20.000 ha tambak Pantura Jawa serap 130.000 tenaga kerja. Selanjutnya, ratifikasi ILO 188 lindungi nelayan dari eksploitasi. Untuk itu, investasi riset dan pengawasan kurangi IUUF 20%. Oleh sebab itu, tantangan: perairan tercemar dan cuaca buruk. Dengan begitu, nelayan desak cabut PP PIT. Akibatnya, pendapatan nelayan naik 20% pada 2026.
Kesimpulan Nelayan desak Bulog ikan akibat harga tak menentu dan impor murah, dengan KNTI usul stabilisasi seperti Bulog. Oleh karena itu, KKP rombak lelang dan modernisasi kapal. Dengan demikian, Prabowo bangun gudang dan desa nelayan. Untuk itu, pantau ratifikasi ILO 188. Akibatnya, ekonomi nelayan inklusif
